Ujian Nasional (UN) Mau Digelar Lagi, Untungnya Apa?

 


Ujian Nasional (UN) akan kembali diterapkan di Indonesia mulai tahun 2025 dengan format baru. Sistem ini tidak lagi sekadar menjadi ujian penentu kelulusan, melainkan berfungsi sebagai alat evaluasi pendidikan di sekolah-sekolah yang sudah terakreditasi.


Istilah "ujian" juga tidak lagi digunakan secara resmi, dan hasil evaluasi ini tidak menjadi satu-satunya penentu kelulusan peserta didik, melainkan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk seleksi masuk perguruan tinggi. 


Untuk siswa SMA atau sederajat, sistem baru ini mulai berlaku November 2025, sedangkan untuk SD dan SMP akan diterapkan mulai 2026. Hasil evaluasi ini juga akan dimanfaatkan dalam proses seleksi nasional masuk perguruan tinggi.


Wacana UN ini mengundang pro dan kontra di masyarakat. Ada yang setuju, ada juga yang menolaknya.

 
Kemudian, kalangan guru bersuara. Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri mewanti wanti, agar Mendikdasmen berhati-hati dalam membuat aturan mengenai UN.


Mendikdasmen, lanjutnya, perlu menjelaskan lebih detail mengenai konsep UN pada 2026. “Jangan sampai UN membebani negara dan siswa,” katanya.


Namun, Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi PKB, Lalu Hadrian Irfani tak mempermasalahkan jika UN dihidupkan kembali. “Saya mendukung saja,” ujarnya.


Berikut ini pandangan Lalu Hadrian Irfani tentang rencana menghidupkan kembali UN pada 2026. Berikut ini wawancaranya.

UN akan diberlakukan lagi. 


Bagaimana pandangan Anda?


Pada prinsipnya, kami mendukung langkah-langkah atau kebijakan-kebijakan Pemerintah, dalam hal ini Mendikdasmen yang ingin mengembalikan UN maupun kebijakan pendidikan yang lain.


Apa dasar Anda mendukung UN?


Sejak UN ini ditiadakan, banyak orangtua peserta didik yang mengeluh. Karena tidak ada UN, maka anak-anak malas belajar.

Selain itu, negara dalam hal mengukur mutu pendidikan, tidak memiliki parameter yang jelas. Sejak UN ditiadakan, Pemerintah menggunakan sistem asesmen.

Namun, asesmen itu kan sampling. Asesmen nasional kemudian yang di-sampling itu siswa atau peserta didik satu tingkat di bawahnya. Itu menggunakan sampel. Nah, itu dirasa kurang optimal.


Saran Anda?


Sebenarnya, ini penggabungan dua cara, yakni ujian nasional plus asesmen nasional. Kalau digabungkan menjadi satu kesatuan, akan lebih bagus.

Tinggal format serta formulanya seperti apa, itulah yang harus kita bahas dan kita diskusikan bersama tahun ini. Supaya, pada 2026, sudah bisa dilaksanakan dengan format atau formula yang baik, baru, inovatif, yang bagus, sehingga peserta didik nyaman. Walaupun mereka ujian, tidak terbebani.

 

Prinsipnya perlu dikaji dulu, ya?


Iya. Sebelum memutuskan, kami minta supaya betul-betul dikaji. Pertama, tentu ujian nasional ini kenapa diubah, tentu ada kelemahan-kelemahan.


Apa saja kelemahan itu?


Misalnya, anak didik kita merasa terintimidasi, merasa psikologisnya tidak baik ketika ujian dikawal aparat.

Kemudian, masa sih untuk mengukur standar nasional pendidikan itu hanya diukur dalam 3 atau 4 hari ujian. Padahal, mereka sekolah 6 tahun untuk SD. Nah, seperti itu kelemahan-kelemahannya, termasuk SMP maupun SMA.

 

Jika begitu, apa saran Anda?


Kami menyarankan agar jangan sampai ujian nasional ini, dijadikan satu-satunya parameter kelulusan. Untuk mengukur mutu siswa didik atau peserta didik, itu tidak mungkin dengan 3 hari.

 
Banyak faktor lain seperti kepribadian, kemudian keterampilan mereka yang memang harus menjadi tolak ukur juga untuk syarat lulus, maupun untuk mengukur mutu serta kualitas pendidikan kita.


Kalau ini diberlakukan, tolong dipikirkan juga anggarannya. Anggaran ini tentu tidak kecil. Misalnya masih menggunakan sistem manual seperti dulu, nge-print soal seluruh Indonesia, kemudian pengawalan ke daerah, kemudian melibatkan aparat, tentu butuh biaya yang besar.

 

Maksud Anda perlu digitalisasi?


Iya, sekarang ini zamannya sudah digital. Kenapa tidak menggunakan komputerisasi saja, atau ujian nasional berbasis komputer, misalnya. Itu lebih efisien.
Selain itu, kami tentu meminta kalau nanti dilakukan berbasis digital, maka seluruh Indonesia harus sama menggunakan komputer semua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AGAR ANAK TAK MENJADI MUSIBAH, TANAMKAN PENDIDIKAN ISLAM

Pembelajaran yang menyenangkan untuk anak usia SD